Menurut peneliti dari Ohio State University, ada bukti bahwa orang yang merespons situasi yang memicu amarah dengan cara yang negatif cenderung memiliki kadar kolesterol tinggi. Kolesterol atau lemak jahat ini dapat merusak pembuluh darah arteri.
"Jika menanggapi setiap situasi pemicu kemarahan dengan hati yang panas dan emosi yang meluap-luap, maka risiko penyakit jantung serius sudah menanti di depan mata," kata peneliti seperti dilansir CNN, Selasa (14/2/2012).
Para ahli menyarankan bahwa respons terbaik dalam situasi yang memicu amarah adalah dengan menjadi kreatif dan fleksibel. Meredam kemarahan sesegera mungkin sangat penting dilakukan untuk mengurangi efek negatifnya terhadap tubuh.
Penelitian menunjukkan bahwa peserta penelitian yang selalu bereaksi terhadap situasi pemicu kemarahan dengan cara yang negatif memiliki kadar kolesterol 'jahat' atau LDL yang lebih tinggi. Kecenderungan ini terlepas dari apakah mereka meluapkan kemarahan atau hanya menahan amarahnya.
Para peneliti juga menemukan bahwa orang yang lebih fleksibel, lebih sering menyembunyikan kemarahannya daripada menunjukkannya kepada orang lain, memiliki tingkat kolesterol jahat yang paling rendah.
Kemarahan yang dipendam lama dan intensif memicu pelepasan lemak dari jaringan ke dalam aliran darah. Tubuh melepaskan zat lemak untuk diubah menjadi energi sebagai bagian dari respons melawan atau lari terhadap bahaya yang dirasakan demi kelangsungan hidup.
Peneliti menyarankan ketika menghadapi situasi yang menyebabkan amarah, respons yang sehat adalah tetap tenang sehingga dapat segera meredakan kemarahan. Namun, pastikan agar tetap terkontrol dan tidak menjadi agresif.
Dalam situasi lain yang mengancam, seperti diomeli oleh atasan atau mengalami peristiwa yang menjengkelkan, harus dihadapi dengan tenang sampai bisa mencari jalan untuk membakar energi negatif yang ditimbulkan, bisa dengan cara berjalan cepat, berolahragaatau bertinju.